KUMPULAN MATERI AGAMA KATOLIK TINGKAT SMP/SMA DAN UMAT REVISI

Makna Liturgi Dalam Gereja Katolik

Kekatolikan- Pada kesempatan kali ini kami akan memberikan penjelasan mengenai pengertian liturgi di dalam ajaran katolik, liturgi sebagai penemuan antara Tuhan Allah dengan jemaat-Nya. Ada dialog atau kegiatan antara Tuhan Allah dengan umat. Kegiatan datangnya dari Allah yang mendapat tanggapan dari umat, terjadilah dialog.


A. Pengertian Liturgi
Liturgi dapat dipahami dari macam-macam pengertian. Di sini disampaikan pertama-pertama pandangan populer atau pandagan umat pada umumnya mengenai liturgi. Ternyata pandagan populer ini tidak selalu sesuai dengan makna istilah liturgi dari sini sejarah dan perkembangannya. Tetapi bagaimanapun juga, pengertian liturgi yang mesti dijadikan acuan ialah apa yang diajarkan oleh Gereja. Dalam hal ini, Konsili Vatikan II memberikan beberapa poin mengenai liturgi Gereja.

B. Pengertian liturgi secara populer
Pada umumnya yang muncul pertama kali dalam pikiran banyak orang mengenai liturgi ialah hal-hal mengenai doa, inadat, urutan ibadat, nyanyian liturgi, peralatan liturgi, cara duduk atau berdiri yang liturgis dst. Apabila sebuag Tim Liturgi dibentuk dalam suatu kepanitiaan di Gereja, yang dipikir bersama dalam Tim Liturgi tentulah: nanti yang tugas memimpin Ekaristis siapa, konselebrasi siapa saja, siapa yang membuat teks panduan Misa, siapa yang bertugas kor atau paduan suara, siapa yang bertugas membaca (lektor), putra altarnya siapa saja, siapa yang membawa bahan persembahan ke altar, siapa yang mengedarkan kotak atau kantong kolekte ke umat, dsb. Singkatnya, pandagan populer mengenai liturgi selalu menyangkut hal itu mengenai liturgi selalu menyangkut hal praktis ini itu yang berhubungan dengan tata ibadat atau doa atau hal yang bersifat kualitas. Pandangan ini tentu tidak salah, tetapi tetaplah belum mencakup keseluruhan makna liturgi yang sebenarnya.

Pandagan populer yang memahami liturgi pertama-tama berciri kultis ini tampaknya dipengaruhi oleh pandagna lama yang sudah ada sebelum Konsili Vatikan II. Pada liturgi yang berciri kultis mau menekankan segi oenyembahan kepada Allah. Hal ini dapat dimengerti dari istilah kutis yang bersal kata Latin cultus, dari kata kerja Latin colere yang berati memelihara, merawat, menghormati, atau menyembah kepada Tuhan dengan serangkaian tata ucapan yang serba teratur dan kurang lebih tetap. Itulah sebabnya, pertanyaan umat mengenai liturgi umumnya lebih menyangkut hal ikhwal peraturan dan norma-norma yang berciri praktis. Misalnya saja, orang bertanya:  bagaimanakah cara berlutut yang benar, cara membaca bacaan yang benar, cara berjalan dan membungkuk yang benar, menerima komuni itu sebaiknya  bagaimana, dsb. Kalau kita perhatikan dengan baik, contoh- contoh tersebut hanya menunjuk berbagai makna upacara dan aturan yang dilaksanakan jemaat yang sedang beribadat bersama. Persoalannya ialah apakah liturgi hanya berkaitan dengan soal-soal aturan dan berbagai makna tindakan simbolis dan upacara ibadat?

Pandagan yang lebih memahami liturgi sebagai kumpulan aturan beribadat beriringan pula dengan pengertian ilmu liturgi dalam sejarah Gereja. Dalam pemahaman seperti ini, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana orang melaksanakan ibadat secara benar sehingga itu "dan "manjur". Akibatnya, bayangan banyak orang dan bahkan mahasiswa ketika akan mengikuti kuliah atau kursus Pengantar Liturgi ialah akan belajar berbagai peraturan kultis atau ibadat. Itulah sebabnya, kita perlu memahami asal usul istilah liturgi itu sendiri.

C. Istilah Liturgi dan sejarahnya
Kata Liturgi ( bahasa Latin:Liturgia) berasal dari bahasa Yunani leitourgia. Kata leitourgia terbetuk dari akar kata benda ergon, yang berarti karya, dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos (=bangsa atau rakyat). Secara harafia, leitourgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti karya publik, yakni pelayanan dari rakyat dan untuk rakyat (lih. KGK no. 1069). Dalam masyarakat Yunani kuno, kata leitourgia dimaksudkan untuk menunjuk kerja bakti atau kerja pelayanan yang tidak dibayar, iuran atau sumbangan dari warga masyarakat atau negara. Dari sisi asal usul sejarah istilah ini, kata leitourgia pertama-tama justru memiliki arti profan-politis, dan  bukan arti kultus sebagaimana biasa kita pahami sekarang ini. Sejak abad ke-4 sM, pemakaian kata leitourgia diperluas, yakni untuk menyebut berbagai macam karya pelayanan

1. Makna Liturgi dalam Perjanjian Lama
Makna kultis kata leitourgia baru muncul sejak abad ke-2 sM. Dalam arti kultis, liturgi berarti pelayanan ibadat. Pengertian liturgi secara kultis ini terutama digunakan oleh kelompok Septuaginta (LXX), ketika mereka menerjemahkan Kitab Suci dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani pada abad ke-3 sampai ke-2 sM. Terjemahan Kitab Suci itu biasa kita kenal sebagai Kitab Suci Perjanjian Lama berbahasa Yunani. Dalam terjemahan Septuaginta itu, kata leitourgia digunakan untuk menunjuk pelayanan ibadat para imam atau kaum Lewi, yakni pelayanan ibadat pada Bait Allah di Yerusalem. Sedangkan tindakan kultis umat biasanya diungkapkan dengan istilah latreia (peyembahan). Jika leitourgikos menunjuk alat perlengkapan liturgis, leitourgos hanya dapakai dalam Yes 61:6 dan Sir 7:30, dan di situ istilah leitourgos berarti pelayanan liturgi atau pelayan dalam arti umum

2. Makna liturgi dalam Perjanjian Baru
Kata benda leitourgia dan kata kerja leitourgein mengalami perkembangan yang menarik dalam Perjanjian Baru. Dalam Injil Lukas 1:23, leitourgia masih memiliki makna yang sama sekali persis dengan penggunaanya dalam LXX atau Perjanjian Baru , yakni pelayanan iman Perjanjian Baru yang lain. Surat Ibrani merupakan kitan yang paling sering menggunakan kedua kata itu (sebanyak 3 kali, dalam Ibr 8:6;9:21;10:11). Memang surat Ibrani masih menggunakan kata leitourgia dan leitourgein menurut arti pelayanan imam, tetapi keuda kata itu kini telah mendapat konteks yang sama sekali baru. Penulis surat Ibrani menggunakan kata leitourgia untuk menjelaskan makna imamat Yesus Kristus sebagai satu-satunya imamat Perjanjian Baru. Imamat Kristus merupakan pelayanan yang jauh lebih agung dan berdaya guna dibandingkan dengan pelayanan iman Perjanjian lama. Oleh karena itu, imamat dan tata liturgi Perjanjian Lama sudah tidak berlaku lago sebab Kristus adalah satu-satunya pelayanan (bdk. Ibr 8:2). "Yang pertama Ia hapuskan supaya menegakkan yang kedua. Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibr 10:9-10).

Pada tulisan Perjanjian Baru yang lain, menggunakan kata leitourgia dan leitourgein memiliki berapa makna yang berbeda-beda. Kis 13:2 merupakan satu-satunya teks Perjanjian Baru yang menggunakan kata liturgi menurut arti yang bisa kita mengerti hari ini, yakni untuk menunjuk ibadat atau doa kristiani: "Pada suatu hari ketika mereka beribadah (leitourgein) kepada Tuhan dan berpuasa..." (Kis 13:2a). Dalam Rm 15:16, Paulus disebut pelayan (leitourgos) Yesus Kristus melalui pelayanan pemberitaan Injil Allah. Maka istilah liturgi di sini berarti pelayanan dalam bidang pewartaan Injil. Tapi dalam 2 Kor 9:12 dan Rm 15:27, kata liturgi berarti sumbangan yang merupakan tindakan amal kasih bagi saudara-saudari seiman di tempat lain. Dalam teks-teks, seperti Flp 2:25.30,Rm 13:6;Ibr 1:7, kata liturgi memiliki arti "melayani" dalam arti yang bisa.

Kalau disimpulkan, kata liturgi dalam Perjanjian Baru dihubungka  dengan pelayanan kepada Allah dan sesama. Pelayanan kepada Allah dan sesama itu tidak dibatasi hanya pada bidang ibadat saja, tetapi juga pada aneka bidang kehidupan lain. Yang menarik ilah bahwa istilah liturgi dalam Perjanjian Baru tidak pernah untuk menunjuk pelayan kultis dai pemimpin jemaat kristiani, seperti para rasul, nabi, imam, atau uskup. Hal ini berkaitan dengan paham Gereja Perdana tentang imamat Perjanjian Baru. Imamat Perjanjian Baru sama sekali tidak berdasarkan pada imamat Perjanjian Lama. Kalau imamat Perjanjian Lama dihubungkan pada kelompok imam atau Lewi dan didasarkan pada pelayan Baik Suci, imamat Perjanjian Baru melalui mendasarkan diri pada satu-satunya imamat Yesus Kristus. Perjanjian Baru hanya mengenal satu imamat saja, yaitu imamat yang kita kenal seperti imamat umum ataupun imamat khusus (thabis) dalam Gereja selalu merupakan partisipasi pada satu-satu imamat Yesus Kristus itu. 

3. Istilah liturgi dalam sejarah Gereja selanjutnya
Istilah liturgi pada masa pascapara rasul sudah digunakan untuk menunjuk kegiatan ibadat atau doa kristiani. Klemens dalam suratnya (1Klemens 4:1) menyebut istilah liturgi untuk menunjuk palayanan ibadat, baik kepada Allah maupun kepada jemaat yang dilakukan oleh uskup, imam, dan diakon. Pada buku Eucbologion 11,3 yang merupakan kumpulan doa yang ditandai dengan nama Serapion Von Thmuis (+setelah 362), istilah liturgi digunakan hanya untuk menunjuk Ekaristi. Dalam sejarah selanjutnya. Terjadilah penyempitan pengertian kata liturgi ini. Pada Abab Pertengahan, kata liturgi hanya terbatas digunakan untuk menyebut Perayaan Ekaristi saja. Hal ini terjadi di Gereja Timur dan Gereja Barat. Bahkan, penggunaan kata liturgi bagi penyebutan Ekaristi itu hingga kini tetap dipertahankan di Gereja Timur, sedangkan untuk perayaan-perayaan ibadat lain dipakai sebutan doa atau tata perayaan (Yunani:taxis,Latin:ord).

Istilah liturgi lama menghilang dalam kamus Gereja Barat. Hl ini kiranya berkaitan dengan penerjamahan Kitab Suci dari bahasa Yunani ke bahasa Latin (Vulgata) yang dilakukan oleh Hieronimus (tahun 347-420). Dalam Vulgata ini kata liturgi umunya diterimahkan dengan kata minister, atau juga kata officium (misalnya, Luk 1:23; 2 Kor 9:12), obsequium, caeremonia, munus, opus, servitus. Ternyata kelompok kata minister, ministro, dan seterusnya hingga sekarang menjadi istilah tenknis untuk pelayan dan tindakan liturgis, misalnya dalam KHK 1983. Sebagai ganti istilah liturgi dalam kamus peribatan digunakan berbagai istilah lain:

  • Officia divina (ecclesiastica: DS 1062; 1351) ilah titel dari kebanyakan karya/buku tentang liturgi sejak Isidorus dari Sevilla dalam Abad Pertengahan hingga pada zaman modrn (masih misalnya dalam KHK 1917: kan. 2256,1). Officum divinum kini biasanya dipakai hanya untuk liturgi harian.
  • Ritus atau ibadat (DS 1061-1062; Trente: DS 1746,1759,1864; DS 2633) adalah titel buku yang amat disukai dari abad ke-16 hingga ke-20 (misalnya: Rituale Romanum, Konggregasi Ibadat -th. 1588-1975). Istilah ritus atau ibadat biasanya diartikan sebagai sisi luar dari Litugi, yakni dari aspek manusia yang beribadat kepada Allah, jadi dari sisi manusia ke Allah.
  • Caermoniae atau upacara (DS 1062; Trente: DS 1746, 1762; 1757,1811) merupakan titel dari beberapa buku litrugi dari abad ke-16 dan 17 dan hanya secara kadang-kadang digunakan dalam dokumen Konsili Vatikan II dan KHK 1983 (mis. kanon 788,1).
Istilah liturgi kembali dikenal dalam Gereja Barat mulai abad ke-16, yakni melalui pengaruh hukum Humanis (seperti Beatus Rhenanus). Mula-mula kata liturgi digunakan oleh Gereja-gereja Reformasi pada abad ke-17 dan ke-18 dengan arti ibadat Gereja. Kemudian, Gereja Katolik Roma mulai juga memakai kata sifat liturgicus untuk menunjuk hal-hal yang berkaitan dengan ibadat. Kta benda liturgi baru digunakan dalam dokumen resmi Gereja Katolik Roma pada abad ke-18 (DS 2633). Pada tahun 1947, Pius XII menggunakan kata liturgi dalam ensikliknya Mediator Dei. Akhirnya Konsili Vatikan II membakukan istilah liturgi untuk menyebut peribadatan Gereja dalam Konstitusi Liturgi Sacrosantum Concilium (SC).

D. Liturgi menurut Konsili Vatikan II
Pengetian yang utuh mengenai makna liturgi dapat kita temukan dalam Konsili Liturgi hasil sidang Konsili Vatikan II, yaitu Sacrosanctum Concilium (SC). Dokumen Konstitusi Liturgi ini sebenarnya merupakan hasil proses panjang dari perjuagan upaya pembaruan liturgi melalui gerakan pembaruan liturgi. Barangkali itulah sebabnya Konsili Liturgi ini menjadi dokumen resmi pertama yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II, yang diundagkan tanggal 4 Desember 1963. Hal itu dapat dipahami sebab isi dokumen Sacrosanctum Concilium praktis memuat hasil refleksi dan studi liurgis selama berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Menurut sejarah, gerakan pembaruan liturgi dalam Gereja Katolik Roma sudah diupayakan sejak ababda ke-17. Tapi, gerakan pembaruan liturgi tersebut tidak pernah berhasil karena pihak Vatikan tidak mendukungnya, Pada abad ke-19 di biara-biara, seperti kelompok Benedektin, terjadi usaha pembaruan liturgi juga. Namun baru pada awal dan terutama pada pertenghan pertama abad ke-20, gerakan pembaruan liturgi menggelinding secara mengagumkan. Dokumen Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Consilium, oleh disebut sebagai puncak dan mahkota perjuagan panjang usaha pembaruan liturgi itu.

Meski Konsili Liturgi Sacrosanctum Concilium tidak secara eksplisit dan sistematis merumuskan suatu definisi liturgi yang segar. Pernyataan paling penting Konsili Vatikan II tentang liturgi terdapat dalam SC 7: "Maka memang sewajarlah juga Liturgi dipandang bagaikan pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; di situ pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing; di Situ pula dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya'. Rumusan SC 7 ini jelas dipengaruhi oleh rumusan ensiklik Mediator Dei (tahun 1947), Paulus Pius XII yang menyatakan liturgi sebagai "ibadat umum dalam mana Penebus kita sebagai Kepala Gereja menyerahkan diri kepada Pendirinya, dan melalui Dia kepada Allah Bapa di surga. Singkatnya, itulah ibadat yang dilaksanakan oleh Tuhan Mistik Yesus Kristus, yakni Kepada beserta para anggota-Nya". Rumusan  SC 7 ini jelas dipengaruhi oleh rumusan ensiklik Mediator Dei (tahun 1947), Paus Piud XII yang menyatakan liturgi sebagai "ibadat umum dalam mana Penebus kita sebagai Kepala Gereja menyerahkan diri kepada Bapa, dan juga ibadat dalam mana komunitas umat beriman menyerahkan diri kepada pendrinya, dan melaui Dia kepada Allah Bapa di surga. Singkatanya, itulah ibadat yang dilaksanakan oleh Tuhan Mistik Kristus seutuhnya, Kepala dan para anggotannya" (Mediator Dei no. 25) Dengan demikian dalam SC 7, liturgi di mengerti sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus yang dilaksanakan oleh Kristus. Dalam SC 10 apa yang dirayakan di dalam liturgi dirumuskan begini: "Jadi dari liturgi, terutama dari Ekaristi, bagaikan dari sumber, mengalirlah rahmat kepada kita, dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus". Karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Kristus itu kini senantiasa dikenng dihadirkan oleh Gereja di dalam liturgi. " Sebab melalui liturgilah, terutama dalam kurban Ilahi Ekaristi, terlaksana karya penebusan kita" (SC 2). Masih SC 2: "Liturgi merupakan upacara yang sangat membantu kaum beriman untuk mengugkapkan Misteri Kristus kaum beriman untuk mengungkaokan Misteri Kristus serta hakikat asli Gereja yang sejati". Jadi, isi perayaan liturgi adalah misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang berupa karya pengudusan umat manusia (Sanctificatio Hominis) dan pemuliaan Allah. Pengudusan umay manusia dan pemuliaan Allah itu merupakan satu realitas keselamatan yang dilihat dari dua segi. Dari pihsk Allah kepada manusia, terlaksanalah penebusan atau pengudusan umat manusia. Dari pihsk manusia kepada Allah, terjadilah pemuliaan Allah.


Demikianlah yang dapat admin bagikan tentang PowerPoint, materi pembelajaran, dan contoh soal seputar agama Katolik menggunakan kurikulum 2013 revisi terbaru. Semoga media dan perangkat pembelajaran yang admin bagikan kali ini dapat bermanfaat buat Bapak Ibu Guru dan juga peserta didik dalam mencari referensi seputar mata pelajaran agama Katolik. Kiranya Tuhan Yesus selalu menyertai Bapak Ibu dan keluarga di mana pun berada. Semoga bermanfaat dan terima kasih. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Makna Liturgi Dalam Gereja Katolik