Kekatolikan- Pada kesempatan ini admin akan membagikan bahan liturgi yang perlu kita perhatikan di dalam pengajaran kita sebagai umat Katolik. Pertama-tama adalah saudara-saudari perlu pemperhatikan mengenai "Tata Ruang dan Perlengkapan Gereja Untuk Perayaan Ekaristi". Di dalam liturgi bayak yang perlu kita ketahui, misalnya dalam perayaan Ekaristi pasti kita senantiasa menghayati berjalannya perayaan dan sungguh mempersiapkan diri kepada Allah, sehingga kita layak menerima Tubuh dan darah-Nya. Karena sebagai umat Allah haru bersatu dengan-Nya, supaya kita bisa bersama-sama di dalam kerajaan Bapa di Surga. Untuk itu sodara-sodari yang terkasih marilah kita senantiasa mempersiapkan diri kepada Allah yang senantiasa merindukan kita sebagai umatnya. Semoga bahan liturgi ini memiliki dampak positif yang baik dan sungguh menghayati Perayaan Ekaristi.
1. Asas-asas Umum
Untuk merayakan Ekaristi, umat Allah biasanya berhimpun dalam gereja. Kalau tidak ada gereja, atau kalau gereja memdai, mereka berhimpun di suatu tempat lain yang pantas untuk misteri yang seagung itu. Maka dari itu, hendaknya ruang gereja atau tempat lain itu sungguh-sungguh sesuai utnuk perayaan kudus yang dilangsungkan di dalamnya, dan sungguh-sungguh memungkinkan partisipasi umat beriman dalam perayaan tersebut. Rumah ibadat dan segala perlengkapannya hendaknya sungguh pantas, indah, serta merupakan tanda dan lambang alam surgawi.
Dari sebab itu, Gereja selalu mengharapkan sumbangan para seniman dan memberikan kelulusan kepada kesenian segala bangsa serta daerah. Memang, Gereja berusaha memelihara karya seni dari abad-abad yang lalu dan menyesuaikan seperlunya dengan tuntutan zaman, namun ia berusaha juga memajukan bentuk-bentuk baru yang serasi dengan semangat zamannya.
Oleh karena itu, dalam mendidik para seniman dan dalam memilih karya-karya seni untuk gereja, hendaknya dituntut yang sungguh bermutu. Sebab seni itu harus membantu memperdalam iman dan kesucian, harus selaras dengan kebenaran yang mau diungkapkan dan mencapai tujuan yang dimaksud. Semua gereja hendaknya didedikasikan atau, sekurang-kurangnya, diberkati. Katedral dan gereja-gereja paroki harus didedikasikan dengan ritus meriah. Untuk mendirikan gereja baru, atau memperbaharui gereja lama, atau mengubah konstruksi gereja, hendaknya lebih dulu diminta nasihat kepada Komisi Liturgi dan Komisi Kesenian keuskupan. Uskup diosesan hendaknya memaafkan nasihat komisi-komisi tersebut, bila ia harus memberikan petunjuk, mengesahkan rencana untuk bagunan baru, atau mengambil keputusan lain di bidang ini.
Hiasan gereja hendaknya bermutu, anggun tetapi tetap sederhana, bahan untuk hiasan hendaknya asli. Seluruh perlengkapan gereja hendaknya mendukung pendidikan iman umat dan martabat ruang ibadat. Perancang gereja dan lingkungan sekitarnya hendaknya serasi dengan situasi setempat dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Maka dari itu, tidak cukup kalau hanya syarat-syarat minimal untuk perayaan ibadat dipenuhi. Hendaknya juga diusahakan agar umat beriman, yang secara teratur berhimpun di situ, merasa nyaman. Umat Allah yang berhimpun untuk Mias mempunyai susunan organk dan hirarki. Hal itu tampak bermacam-macam tugas dan aneka ragam tindakan yang dilakukan dalm masing-masing bagian peryaan liturgi. Oleh karena itu, tata ruang gereja haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga mencerminkan susunan umat yang berhimpun, memungkinkan pembagian tempat sesuai dengan susunan itu, dan mempermudah pelaksanaan tugas masing-masing anggota jemaat. Umat beriman dan paduan suara hendaknya mendapat tempat yang memudahkan mereka berpasrtisipasi secara aktif di dalam liturgi.
Imam, diakon dan pelayanan-pelayanan lain hendaknya mengambil tempat di panti imam. Di sini pula hendaknya disipakan tempat duduk untuk para konselebaran; tetapi kalau jumblah konselebran besar, hendaknya tempat duduk mereka diatur di bagian lain gereja, tetapi masih dekat dengan altar. Jadi, tata ruang gereja harus menunjukkan susunan hirarkis umat dan keanekaragaman tugas-tugas. Meskipun demikian, tata ruang gereja harus tetap mewujudkan kesatuan, supaya dengan demikian tampaklah kesatuan seluruh umat kudus. Penataan dan keindahan ruang serta semua perlengakapan gereja hendaknya menjunjung suasana doa dan mengantar umat kepada misteri-misteri kudus yang dirayakan di sini.
11. Penataan Panti Imam untuk Perayaan Kudus
Panti imam adalah tempat dimana altar dibangun, sabda Allah dimaklumkan, dan imam, diakon, serta pelayan-pelayan lain melaksanakan tugasnya. Panti imam hendaknya sungguh berbeda dari bagian gereja lainnya, entah karena lebih tinggi sedikit, entah karena lebih tinggi sedikit, entah karena rancangan dan hiasannya. Panti imam hendaknya cukup luas, sehingga perayaan kudus dapat dilaksanakan dengan semestinya kegiatan yang dilaksanakan di sana dapat di lihat dengan jelas.
Altar dan Hiasannya
Altar merupakan tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar merupakan juga pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Perayaan Ekaristi. Bila perayaan Ekaristi berlangsung di gereja atau di kapel, harus digunakan sebuah altar. Bila perayaan Ekaristi berlangsung di luargereja atau kapel, dapat digunakan meja yang pantas. Tetapi meja itu hendaknya ditutup dengan kain altar dan dilengkapi dengan korporale, Salib, dan lilin.
Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup (1 Ptr 2:4; bdk. Ef 2:20). Tetapi, di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser. Suatu altar disebut altar permanen kalau di bangun melekat pada lantai sehingga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan. Altar utama hendaknya dibangun terpisah dari dinding gereja, sehingga para pelayan dapat mengitarinya dengan mudah, dan imam, sedapat mungkin, memimpin perayaan Ekaristi dengan menghadap ke arah jemaat. Di samping itu, altar hendaknya dibangun pada tempat yang sungguh-sungguh menjadi pusat perhatian, sehingga perhatian seluruh umat beriman dengan sendirinya terarah ke sana. Seturut ketentuan, altar utama harus berupa altar permanen dan didedikasikan.
Baik altar permanen maupun altar geser didekasikan menurut tata cara yang digariskan dalam buku Pontificale Romanum; tetapi altar geser dapat juga hanya diberkati. Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konfirmasi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu. Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, menurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi.
Hendaknya dipertahankan tradisi Gereja ntuk memasang relikui orang kudus, juga yang bukan martir, di dalam atau di bawah altar yang akan didedikasikan. Namun harus dijamin bahwa relikui itu asli. Bila membangun gereja baru, lebih baik dibangun hanya satu altar sehingga dalam himpun jemaat beriman altar tunggal itu sungguh menjadi tanda Kristus yang satu dan Ekaristi Gereja yang satu. Akan tetapi, dalam gereja-gereja yang sudah ada, kalau tempat altar menyulitkan partisipasi umat dan tidak dapat dipindah tanpa merusak nilai seninya, hendaklah dibangun altar permanen baru. Altar baru ini hendaknya memiliki nilai seni yang sama dengan altar lama, dan didedikasikan dengan semestinya. Hanya pada altar inilah perayaan-perayaan liturgis dilaksanakan. Agar tidak menggangu perhatian umat ke altar baru, altar lama hendaknya tidak dihias secara berlebihan.
Altar dan Hiasannya
Altar merupakan tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar merupakan juga pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Perayaan Ekaristi. Bila perayaan Ekaristi berlangsung di gereja atau di kapel, harus digunakan sebuah altar. Bila perayaan Ekaristi berlangsung di luargereja atau kapel, dapat digunakan meja yang pantas. Tetapi meja itu hendaknya ditutup dengan kain altar dan dilengkapi dengan korporale, Salib, dan lilin.
Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup (1 Ptr 2:4; bdk. Ef 2:20). Tetapi, di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser. Suatu altar disebut altar permanen kalau di bangun melekat pada lantai sehingga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan. Altar utama hendaknya dibangun terpisah dari dinding gereja, sehingga para pelayan dapat mengitarinya dengan mudah, dan imam, sedapat mungkin, memimpin perayaan Ekaristi dengan menghadap ke arah jemaat. Di samping itu, altar hendaknya dibangun pada tempat yang sungguh-sungguh menjadi pusat perhatian, sehingga perhatian seluruh umat beriman dengan sendirinya terarah ke sana. Seturut ketentuan, altar utama harus berupa altar permanen dan didedikasikan.
Baik altar permanen maupun altar geser didekasikan menurut tata cara yang digariskan dalam buku Pontificale Romanum; tetapi altar geser dapat juga hanya diberkati. Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konfirmasi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu. Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, menurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi.
Hendaknya dipertahankan tradisi Gereja ntuk memasang relikui orang kudus, juga yang bukan martir, di dalam atau di bawah altar yang akan didedikasikan. Namun harus dijamin bahwa relikui itu asli. Bila membangun gereja baru, lebih baik dibangun hanya satu altar sehingga dalam himpun jemaat beriman altar tunggal itu sungguh menjadi tanda Kristus yang satu dan Ekaristi Gereja yang satu. Akan tetapi, dalam gereja-gereja yang sudah ada, kalau tempat altar menyulitkan partisipasi umat dan tidak dapat dipindah tanpa merusak nilai seninya, hendaklah dibangun altar permanen baru. Altar baru ini hendaknya memiliki nilai seni yang sama dengan altar lama, dan didedikasikan dengan semestinya. Hanya pada altar inilah perayaan-perayaan liturgis dilaksanakan. Agar tidak menggangu perhatian umat ke altar baru, altar lama hendaknya tidak dihias secara berlebihan.
Untuk menghormati perayaan-perayaan-kenagan akan Tuhan serta perjaman Tubuh dan Darah-Nya, pantaslah altar ditutup dengan sehelai kain altar berwanrna putih. Bentuk, ukuran, dan hiasannya hendaknya cocok dengan altar itu. Dalam menghias altar hendaknya tidak berlebihan. Selama Masa Adven penghiasan altar dengan bunga hendaknya mencerminkan ciri khas masa ini (masa penantian penuh sukacita), tetapi tidak boleh mengungkapkan sepenuhnya sukacita kelahiran Tuhan. Selama Masa Prapaskah altar tidak dihias dengan bunga, kecuali pada Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV), hari raya dan pesta yang terjadi pada masa ini. Hiasan bunga hendaknya tidak berlebihan dan ditempatkan di sekitar altar, bukan diatasnya. Di atas altar hendaknya ditempatkan hanya barang-barang yang diperlukan untuk perayaan Misa, yakni sebagai berikut:
a. Dari awal perayaan sampai pemakulman Injil;
b. Dari persiapan persembahan sampai persembahan bejana-bejana: piala dengan patena, sibori, kalau perlu; dan akhirnya: korporale, purifikatorium, dan Misale.
Dimana samping itu, mike yang diperlukan untuk memperkeras suara imam hendaknya diatur secara cermat. Lilin diperluka dalam setiap perayaan liturgu untuk menciptakan suasana khidmat dan untuk menunjukkan tingkat kemeriahan perayaan (bdk. no. 117). Lili itu seyogyanya diatur di atas atau di sekitar altar, sesuai dengan bentuk altar dan tata ruang panti imam. Semuanya harus ditata secara serasi, dan tidak boleh menghalangi pandagan umat, sehingga mereka dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di altar atau yang diletakkan di atasnya. Juga di atas atau di dekat altar hendakya dipajang sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib. Salib itu harus mudah dilihat oleh seluruh umat. Salib seperti itu akan mengigatkan umat beriman akan sengsara Tuhan yang menyelamatkan. Maka, seyogyanya salib itu tetap ada di dekat altar, juga di luar perayaan-perayaan liturgi.
Mimbar
Keagungan sabda Allah menuntut agar dalam gereja ada tempat yang serasi untuk pewartaan sabda, yang dengan sendirinya menjadi pusat perhatian umat selama Liturgi Sabda. Kursi diakon hendaknya ditempatkan di dekat imam selebran. Tempat duduk para petugas lian hendaknya jelas bersabda dengan kursi klerus, dan diatur sedemikian rupa, sehingga semua dapat menjalankan tugasnya dengan mudah.
III. Penataan Ruang Lain dalam Gereja
Tempat Umat Beriman
Tempat umat beriman hendaknya diatur dengan saksama, sehingga mereka dapat berpasrtisipasi dengan semestinya dalam perayaan-perayaan kudus, baik secara visual maupun secara batin. Sebagaimanan lazimnya, baiklah disediakan bangku atau tempat duduk lain lagi mereka. Tetapi kebiasaan menyediakan tempat duduk istimewa bagi orang-orang tertentu harus dihapus. Khususnya dalam gereja-gereja yang dibangun baru, bangku atau tempat duduk lain itu hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga umat dengan mudah dapat melaksanakan tata gerak yang dituntut dalam aneka bagian perayaan, dan tanpa hambatan dapat maju untuk menyambut Tubuh dan Dara Kristus.
Hendaknya diusahakan, agar umat tidak hanya dapat melihat imam, diakon, dan lektor tetapi juga, dengan bantuan sarana teknologi modern, dapat mendengar mereka tanpa kesulitan.
Tempat Paduan Suara dan Alat Musik
Paduan suara merupakan bagian utuh dari umat yang berhimpun namun memiliki tugas yang khsus. Oleh karena itu, dengan memperhatinkan tata ruang gereja, paduan suara hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga kedua ciri khas tersebut tampak dengan jelas. Juga agar paduan suara dapat menjalankan tugasnya dengan mudah, dan memungkinkan setiap anggota paduan suara berpasrtisipasi secara penuh dalam Misa, yaitu berpartisipasi secara sakramental. Orang dan alat-alat musik yang boleh digunakan dalam liturgi, hendaknya diatur pada tempat yang cocok, sehingga dapat liturgi, hendaknya diatur pada tempat yang cocok, sehingga dapat menopang nyanyian baik paduan suara maupun umat, dan kalau dimainkan sendiri dapat didengar baik oleh seluruh umat.
Seyogyanya, sebelum digunakan khusus untuk liturgi, organ diberkati menurut tata cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum, Selama masa Adven, organ dan alat musik lain hendaknya dimainkan secar sederhana sehingga mengungkapkan ciri khas masa ini; jadi, jangan terlalu meriah sehingga memberi kesan bahwa Natal telah tiba. Selama masa Prapaskah, organ dan alat musik lain hanya boleh dimainkan untuk menopang nyanyian, kecuali pada Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV) dan hari raya serta pesta yang terjadi dalam masa ini.
Tempat Tabernakel
Sesuai dengan tata bangun masing-masing gereja dan kebiasaan setempat, Sakramen Mahakudus hendaknya disimpan dalam tabernakel yang dibangun di salah satu bagian gereja. Tempat tabernakel itu hendaknya sungguh mencocok, indah, dan cocok untuk berdoa. Seturut ketentuan, hendaknya hanya satu tabernakel dalam satu gereja. Tbernakel hendaknya dibangun permanen, dibuat dari bahan yang kokoh, tidak mudah dibongkar, dan tidak tembus padang. Tabernakel hendaknya dilengkapi dengan kunci yang aman, sehingga setiap bahaya pencemaran dapat dihindarkan. Seogyyanya, sebelum dikhususkan untuk penggunaan liturgis, tabernakel diberkati seturut tata cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.
Sangatlah sesuai dengan makna simbolisnya, kalau tabernakel sebagai tempat menyimpan Sakramen Mahakudus tidak diletakkan di atas altar di mana dirayakan Ekaristi. Oleh karena itu, sesuai dengan kebijakan uskup diosesan, tabernakel lebih baik ditempatkan:
a. Kalau di panti imam, terpisah dari altar yang digunakan untuk merayakan Ekaristi, dalam bentuk dan tempat yang serasi, tidak terkecuali pada altar lama yang tidak lagi digunakan untuk merayakan Ekaristi (no. 303).
b. Di kapel yang cocok untuk sembah sujud dan doa pribadi umat beriman; dari segi tata bangun, kapel ini hendaknya terhubung dengan gereja dan mudah dilihat oleh umat.
Selaras dengan tradisi, didekat tabernakel harus dipasang lampu khusus yang menggunakan bahan bakar minyak atau lilin. Lampu ini bernyala terus-menerus sebagai tanda dan ungkapan hormat akan kehadiran Kristus. Semua hal lain yang berkaitan dengan penyimpanan Sakramen Mahakuds dan ditetapkan oleh hukum, hendaknya selalu diperhatikan.
Patung Kudus
Dalam liturgi yang dirayakan di dunia, Gereja mencicipi liturgi surgawi yang dirayakan di kota suci Yerusalem. Gereja ibarat peziarah yang berjalan menuju Yerusalem baru, tempat Kristus duduk di sisi kanan Allah. Dengan menghormati para kudus, Gereja juga berharap agar diperkenankan menikmati persekutuan dengan mereka dan ikut meraskan kebahagiaan mereka. Maka, sesuai dengan tradisi Gereja yang sudah sangat tua, ruang ibadat dilengkapi juga dengan patung Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria, dan para kudus, agar dapat dihormati oleh umat beriman. Di dalam gereja, patung-patung itu hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat membantu umat beriman menghayati misteri-misteri iman yang dirayakan di sana. Maka, harus diupayakan jangan sampai jumblahnya berlebihan, dan patung-patung itu hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak membelokkan perhatian umat dari perayaan liturgi sendiri. Tidak boleh ada lebih dari satu patung orang kudus yang sama. hias gereja, hendaknya sungguh mempertimbangkan keindahan dan keagungan patung itu sendiri serta manfaatnya untuk kesalehan seluruh umat.